Jumat, 08 Juni 2012

Habitat, penyebaran dan daya rusak Hama Keong Emas


Keong mas pada kolam, rawa, dan lahan yang selalu tergenang termasuk sawah, didaerah tropik dan subtropik dengan temperatur terendah 10˚C (Anonim, 2006). Hewan ini mempunyai insang dan organ yang berfungsi sebagai paru-paru yang digunakan untuk adaptasi di dalam air maupun di darat. Paru-paru merupakan organ tubuh yang penting untuk hidup pada kondisi yang berat. Gabungan antara operculum dengan paru-paru merupakan daya adaptasi untuk menghadapi kekeringan. Jika air berkurang dan tanah atau lumpur menjadi kering, keong mas membenamkan diri ke dalam tanah, sehingga metabolisme berkurang dan memasuki masa diapause. Fungsi paru-paru bukan hanya untuk bernafas tetapi juga untuk mengatur pengapungan. Keong mas dapat hidup pada lingkungan yang berat, seperti air yang terpolusi atau kurang kandungan oksigen.

Introduksi keong mas dari habitat aslinya di Amerika Selatan ke beberapa negara untuk berbagai keperluan menyebar dengan cepat. Habitat yang kondusif bagi keong mas di daerah yang baru mmenyebabkan populasi meningkat dan menjadi hama baru bagi tanaman padi. Keong mas salah satu dari 100 spesies biota di tempat hidup yang baru dan paling merugikan (Joshi, 2005). Invasi keong mas berkaitan dengan daya reproduksi yang tinggi, kemampuan beradaptasi yang cepat dengan lingkungan, dan rakus makan pada kondisi tanaman inang yang beragam, sehingga dapat mengalahkan perkembangan siput atau keong lokal.

Keong mas yang ada di Indonesia berasal dari Argentina . Pada tahun 1980-an keong mas menyebar dengan cepat beberapa negara di Asia, atas campur tangan manusia. Secara biologi mustahil keong mas dapat menyeberang dari Amerika selatan ke Asia . Awal introkduksi ke negara-negara di Asia, keong mas digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Di Filipina, misalnya, Keong mas digunakan sebagai bahan makanan, sementara di Indonesia dijadikan sebagai hewan hias pada aquarium.

Sampai tahun 1987, di Indonesia masih ada keinginan untuk mengembangbiakkan keong mas sebagai komoditas ekspor. Semula hewan ini dianggap tidak merugikan. Kemudian muncul polemik tentang kemungkinan keong mas berkembang menjadi hama tanaman. Kenyataannya keong mas telah menyebar luas di Sumatera (bengkulu, Jambi, Lampung, Pariaman, Riau), Papua (Biak dan Wamena), Sulawesi (Bone, Makasar Manado, Maros, Palu dan Pangkep), Kalimantan (Balikpapan dan Samarinda), Buton, Jawa, Bali, dan Lombok (Hendarsih et al., 2006). Di Jawa Barat sampai tahun 1992 tidak ditemukan keong mas di sawah dan hanya dipelihara di kolam. Sejak tahun 1996, hama ini ditemukan menyerang tanaman padi pada lahan di 12 kabupten dan pada tahun 1999 berkembang menjadi 16 kabupaten (Hendarsih, 2002). Luas areal pertanaman padi sawah yang terserang keong mas baru tercatat secara resmi pada tahun 1997, yaitu 3.630 ha. Pada tahun 2003 luas serangan keong mas mencapai lebih dari 13.000 ha dan meningkat menjadi 22.000 ha pada tahun 2007

Tanaman padi rentan terhadap serangan keong mas sampai 15 hari setelah tanam untuk padi tanam pindah dan 30 hari setelah tebar untuk padi sebar langsung. Tingkat kerusakan tanaman padi sangat bergantung pada populasi ukuran keong, dan umur tanaman. Tiga ekor keong mas per m2tanaman padi sudah mengurangi hasil secara nyata. Pada padi varietas Ciherang yang berumur 15 hari setelah tebar, keberadaan keong mas dengan tutup cangkang berdiameter 0,5 cm selama selama 13 hari hampir tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman. Keong mas dengan diameter 1,0 cm menyebabkan sedikit kerusakan, sedangkan yang berdiameter 1,5 ; 2,0 dan 2,5 cm sudah menyebabkan kerusakan berat pada tanaman sejak hari pertama dan pada hari ketiga kerusakan tanman sudah mencapai lebih dari 97% (Hendarsih dan Kurniawati, 2005). Keong mas berukuran panjang 4 cm lebih ganas, dapat merusak tanaman padi yang ditanam pindah maupun tebar langsung.

Penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis hama dan 72% agen pengendali hayati. Oleh karena itu diperlukan pengganti pestisida yang ramah lingkungan. Salah satu alternatif pilihannya adalah penggunaan pestisida hayati tumbuhan. Pestisida nabati adalah salah satu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan sendiri sebenarnya kaya akan bahan aktif yang berfungsi sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Bahan pestisida yang berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi lingkungan karena cepat terurai ditanah (biodegradable) dan tidak membahayakan hewan, manusia atau serangga non sasaran (Dishut, 2009).

Pestisida nabati merupakan salah satu sarana pengendalian hama alternatif yang layak dikembangkan, karena senyawa pestisida dari tumbuhan tersebut mudah terurai dilingkungan dan relatif aman terhadap mahkluk bukan sasaran (Martono, dkk, 2004).

Pestisida botani adalah produk alam berasal dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik dan zat-zat kimia sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi berpengaruh terhadap system saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penolak, penarik, “anti makan” dan system pernafasan OPT. Senyawa bioaktif ini dapat dimanfaatkan seperti layaknya sintetik, perbedaannya bahan aktif pestisida nabati disintesa oleh tumbuhan dan jenisnya dapat lebih dari satu macam (campuran) (Hidayat, 2001).

Beberapa jenis tanaman dapat bertindak sebagai moluskisida nabati untuk mengendalikan keong mas (Nizmah, 1999). Pinang, tembakau dan daun sembung juga efektif mengendalikan keong mas (anonym, 2006).
Tanaman Pinang

Tanaman Pinang (Areca catechu L.) umumnya ditanam di pekarangan, sebagai tanaman pembatas tanah (pagar) dan dibudidayakan sebagai tanaman sela, bahkan kadang tumbuh liar di tepi sungai dan tempat-tempat lain. Tanaman pinang dapat ditemukan dari 1 - 1.400 m dpl (Anonimus, 2009).
Pohon berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10 - 30 m, diameter 15 - 20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1 - 1,8 m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi.
Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. Ada 1 bunga betina pada pangkal, di atasnya banyak bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur. Bunga jantan panjang 4 mm, putih kuning, benang sari 6. Bunga betina panjang sekitar 1,5 cm, hijau, bakal buah beruang satu.
Komposisi Buah Pinang
Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti Arekolin (C8 H13 NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine. Selain itu juga mengandung red tanin 15%, lemak 14% (palmitic, oleic, stearic, caproic, caprylic, lauric, myristic acid), kanji dan resin. Biji segar mengandung kira-kira 50% lebih banyak alkaloid, dibandingkan biji yang telah diproses. Ekstrak etanolik biji buah pinang mengandung tanin terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavan, dan senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam (Wang and Lee, 1996).
Spesifikasi simplisia tepung etanol biji pinang adalah; dalam bentuk pewarnaan Tepung etanol biji pinang dominan berwarna coklat kemerahan, rasa pahit, kental, mengandung kaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, kadar abu kadar air, dan antrakinon (Anonimus, 2009). Saponin yang terdapat pada tanamaN pinang tersebar di semua bagian tanaman dari akar batang daun bunga dan buah, tapi bagian tanaman pinang yang terbanyak mengandung zat saponin terdapat pada buah pinang (Wikipedia, 2009).
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan (Wikipedia, 2009).
Sifat-sifat Saponin adalah: 1. Mempunyai rasa pahit, 2. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil, 3. Menghemolisa eritrosit (pembekuan sel darah merah), 4. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi, 5. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidrok-sisteroid lainnya, 6. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi, 7. Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati. Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid).




   

Baca juga informasi dibawah ini :

Semua Tentang Keong Emas
  1. Siklus Kehidupan Keong Emas
  2. Sejarah dan penyebaran keong emas
  3. Habitat Penyebaran dan daya rusak hama keong emas
  4. Biologi dan morfologi keong emas
  5. Antisipasi Terhadap Pertumbuhan Keong Emas 
  6. Morfologi Keong Emas 
  7. Siklus Hidup Keong Emas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar